Siang itu di Sungai Gendol, belasan warga terlihat sibuk menggali pasir dengan menggunakan linggis. Pasir yang masih bercampur dengan batu itu kemudian mereka pisahkan dengan menggunakan penyaring kecil. Pasir yang telah disaring, kemudian diangkut menggunakan wadah untuk dimasukkan kedalam truk.
Keberadaan Sungai Gendol yang berhulu di Gunung Merapi memang memberikan berkah tersendiri. Jutaan kubik material erupsi Merapi menjadi pundi-pundi penopang ekonomi masyarakat sekitar sungai. Pasir dan batu merapi terkenal bagus untuk pembangunan rumah dan diburu pembeli.
Para penambang pasir sebagian besar adalah Warga Turgo dan Ngepring, Purwobinangun, Sleman, Yogyakarta. Setiap hari warga menambang pasir di kawasan Sungai Gendol secara manual atau tradisional. Tak ada alat berat terlihat di lokasi penambangan itu.
Di Sungai Gendol pasir merupakan hasil utama penambangan, Namun batu hasil proses penyaringan juga masih laku dijual. Truk pengangkut silih berganti mengisi muatan di samping lokasi penambangan. Untuk truk pengangkut, turun ke lokasi penambangan dibatasi hingga pukul 14.00 WIB.
Cara menambang tradisional memang tetap dipertahankan oleh para penambang. Hal itu bukan tanpa sebab dilakukan. Menurut warga, pada medio 2010 silam pernah ada yang menggunakan alat berat untuk menambang pasir. Namun, hal ini kemudian memengaruhi debit air warga. Akhirnya warga melakukan unjuk rasa menolak adanya alat berat, dan sejak itu menambang secara tradisional tetap dipertahankan.
Jika menggunakan peralatan tradisional semua warga ikut merasakan manfaat ekonomi dari penambangan pasir Gunung Merapi. Berbeda jika menggunakan alat berat, warga hanya menonton dan yang menikmati hasil tambang pasir hanya pemilik modal.
Foto
Wihdan Hidayat
Editor
Edwin Dwi Putranto
Desain
Baskoro Adhy
top
Para Penambang Pasir Tradisional di Kaki Gunung Merapi